Setelah melanjutkan studinya ke universitas di luar kota. Kota “pahlawan” Surabaya yang dia inginkan untuk menjadi tempat pemburuan ilmu. Entah apa yang menjadi alasan utama gadis Banjarmasin ini, “ingin mencari pengalaman baru “ hal itu yang selalu dia lontarkan ketika  keluarganya bertanya. Sebagaimana  orangtua umumnya, keluarga Ria pun dilanda ketakutan untuk melepas anak gadisnya ini.
Tapi apa daya keinginan Ria sangat kuat sehingga tak ada yang bisa menghalanginya mengejar cita – citanya.

            Setelah mengikuti ujian di salah satu universitas negeri di Surabaya, tibalah saat yang ditunggu – tunggu Ria. Tapi Apalah daya , maksud hati memeluk gunung tapi tangan tak sampai, Ria kecewa.
“sudahlah sayang,, untuk apa kau menangis,,? Meski tidak di Surabaya, disini kamu juga bisa mewujudkan Gelar Sarjanamu” Ibu Ria coba menguatkan,
“ Tapi Ibu,,Ria tak akan berkembang bila tetap disini saja,,Ria tak akan mendapatkan banyak pengalaman bila hanya tetap saja berkuliah disini,,,” Ria mencoba untuk tetap optimis karena dia pikir masih banyak cara lain untuk bisa berkuliah di luar kota selain di Surabaya.
            Setelah mencoba mengikuti banyak test ujian masuk universitas di luar kota tetap saja hasilnya” NIHIL”. Entah apa yang menjadi masalahnya padahal jika di  ukur dari kemampuannya Ria bukan seorang siswa yang tidak mampu, kemapuannya jauh lumayan   dibanding teman – temanya. Mungkin karena orang tuanya yang belum ikhlas Ria melanjutkan di luar kota. Mungkin memang takdir berkata lain. Pada  akhirnya Ria tetap melanjutkan studinya di Universitas di kota kelahirannya itu.
**
            Satu bulan Ria telah manjalani proses perkuliahan. Dia sudah mempunyai banyak teman. Tawa dan canda mulai menghiasi wajahnya. Dia juga mulai akrab dengan salah satu teman sekelasnya.
.“Ria,, tunggu.. kenapa kamu terburu- buru ?” ucap Bagus, Bagus adalah mahasiswa tingkat 4 yang Ria kenal pada saat tengah menjalani ORDIK di universitasnya itu.
“ Aku belum selesai mengerjakan tugas kak,, “ Ria menjawab sembari tersenyum menoleh padanya.
“ Oww ya sudah cepat kerjakan tugasmu, SEMANGAT!! Teriak Bgus mengiri laju punggung Ria. Walau hari ini tidak bisa mengobrol dengan Ria seperti biasanya namun merasa lebih senang melihat Ria bersemangat mengerjakan tugas kuliahnya. Ria mulai semangat untuk mengejar cita – citanya menjadi guru matematika . Dia sudah melupakan cita-citanya untuk menjadi seorang dokter yang kandas bersama kegagalannya masuk universitas negeri di luar kota.
            Hari demi hari telah Ria lewati, hingga tak terasa kini Ria telah menjadi mahasiswi tingkat 2 di universitasnya. Tanpa terasa kini dia mulai nyaman dengan keadaannya, meskipun kadang rasa kecewa masih sering dirasakannya. setiap pulang kuliah dia sering mampir ke penjual koran untuk sekedar membaca – baca halaman lowongan pekerjaan tanpa  membeli koran yang  dibacanya itu. Saat ini yang dia inginkan adalah mendapatkan pekerjaan dan membanggakan orang tuanya. Mungkin inilah yang bisa menebus kekecewaannya.
**
            Pagi itu saat matahari masih enggan menampakan sinarnya,  Ria berjalan – jalan menikmati sejuknya udara pagi. Merasakan embun merasuki telapak kakinya. Sudah lama dia tidak menyambut pagi dengan bersemangat seperti ini.
“Ria…?” Tiba – tiba saja ada Seorang Bapak menyapanya.
 “Pak Toni.” Dengan segera Ria mencium tangan kanan bapak toni itu.
 “Kamu kuliah dimana Nak…?” Pak toni bertanya heran, “ di salah satu Universitas swasta di sini pak, saya mengambil jurusan pendidikan  matematika” jawab Ria , “ oww.. bagus itu nak,, nanti kamu bisa melamar ke sekolah – sekolah, siapa tau ada salah satu sekolah yang membutuhkan seorang guru, walaupun kamu masih berkuliah, kamu bisa melampirkann  surat keterangan masih aktif kuliah nantinya sehingga sekolah tau bahwa saat ini kamu sedang mengejar gelar sarjanamu itu.” Pak toni memberi saran, Ria pun langsung meng’iya’kan.Pak toni memang guru panutan Ria pada saat SMA tentu saja semua perkataan beliau akan langsung di “Iya” kan oleh Ria.
            Semenjak Pertemuan itu, Ria terus berusaha menulis surat lamaran pekerjaan dan selalu mengantarkannya langsung ke sekolah – sekolah tanpa menggunakan jasa tukang pos, karena Ria ingin benar –benar memastikan surat lamaran pekerjaanya sampai pada meja kepala sekolah. Ketika hendak mengantarkan surat lamaran pekerjaan yang ke -30. Bagus kakak tingkatnya yang sangat ia kagumi,tiba – tiba saja ingin  mengantarkannya.
” kak.. aku benar – benar lelah, ini udah yang ke – 30, tapi dari 29 surat lamaranku belum ada yang menghubungiku,,apa karena aku masih kuliah ya..??”Ria mengeluh di tengah perjalanan. Bagus mencoba lagi mengingatkan adik kesayangannya itu,
“ Ria adikku, kamu harus selalu bersyukur dengan apa yang kamu dapatkan saat ini, yang kamu miliki ataupun yang akan kamu jalani, semua butuh proses, kita harus berusaha !!, apapun hasilnya itu semua adalah takdirmu, mungkin bukan yang ke-1.ke-2, atau yang ke-3 bahkan ke -29 kaktus itu akan berbunga tapi yang ke – 30 ini kaktus itu akan berbunga indah, Allah swt akan memberikan yang terbaik untukmu. Percayalah “. Dengan bijak Kak Bagus menasehati Ria.
 “ siap……….kak,, aku akan terus berusaha”. Semangat Ria muncul kembali.
**
            Hari ini dikampus sedang ada rapat, semua dosen mengikutinya. Dengan kata lain hari ini tidak ada kuliah, seperti biasa “kantin” adalah tempat tujuan Ria. Di meja no 14 ada sosok laki – laki yang sudah  menunggunya, siapa lagi? Bagus pastinya, kakak tingkat kesayangannya yang memang hendak di temuinya setelah perkuliahan.
 “ada apa dik,,? Hal apa yang ingin kamu katakan padaku” tanya Bagus penasaran, “ Aku,,Aku,,,” jawab Ria sengaja membuat Bagus tambah penasaran. “kamu Kenapa..?”, Bagus semakin penasaran, “Aku di penggil untuk mengajar kak, surat lamaranku yang ke-30”. Ria menjelaskan dengan penuh rasa bahagia. “ makasih ya kak,, kamu selalu ada di saat aku membutuhkanmu, nasehat – nasehatmu sangat berharga untukku. Kaktusku berbunga indah. Aku percaya inilah takdir yang Allah berikan padaku  meskipun aku sempat merasa gagal. Ternyata kaktus yang berduri itu kini berbunga sangat indah. Allah mungkin tidak memberikan apa yang ku mau tapi memberikan lebih dari yang ku mau”. Bagus tersenyum, dia ikut bahagia melihat adik kesayangannya itu bahagia, dan akhirnya mereka pergi meninggalkan kantin dan segera pulang.